Biden akan bertemu sekutu perjanjian pertahanan Rusia
Washington telah meningkatkan upayanya untuk memaksa negara-negara Asia Tengah mendukung sanksi AS terhadap Rusia
Presiden AS Joe Biden akan bertemu dengan para pemimpin lima negara Asia Tengah yang bersekutu dengan Rusia di New York pekan depan. Sementara sebuah think tank pro-NATO telah menggambarkan pertemuan puncak ini sebagai kesempatan bagi Biden untuk menandingi pengaruh Rusia dan Cina di kawasan itu, Gedung Putih bersikeras bahwa pertemuan itu “bukan melawan negara mana pun.”
Biden akan mengadakan pembicaraan dengan para pemimpin Kazakhstan, Kirgistan, Tajikistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan di sela-sela Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York pekan depan. Perwakilan dari lima negara ini telah bertemu dengan rekan-rekan mereka dari AS sejak 2015, tetapi pertemuan puncak di New York akan menjadi pertama kalinya para pemimpin mereka berkumpul dalam waktu itu.
Berbicara kepada wartawan pada hari Jumat, Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan mengatakan bahwa kelompok itu akan membahas “berbagai masalah, dari keamanan regional, perdagangan dan konektivitas, hingga perubahan iklim, dan reformasi yang sedang berlangsung untuk meningkatkan tata kelola dan supremasi hukum.”
“Pertemuan puncak ini bukan melawan negara mana pun,” Sullivan menambahkan. “Ini untuk agenda positif yang ingin kami kerjakan dengan negara-negara ini.”
Namun, Dewan Atlantik yang didanai NATO telah menggambarkan pertemuan puncak ini sebagai “pembukaan” bagi Biden untuk mendesak kelima negara tersebut menegakkan sanksi AS terhadap Rusia, dan untuk menawarkan bantuan keuangan kepada politisi dan LSM pro-Barat di kawasan itu.
Kazakhstan, Kirgistan, Tajikistan, dan Uzbekistan adalah anggota Persemakmuran Negara-Negara Merdeka (CIS), sebuah blok Eurasia dari negara-negara pasca-Soviet. Selain itu, Kazakhstan, Kirgistan, dan Uzbekistan adalah anggota Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO), sebuah aliansi militer yang dipimpin Rusia kurang lebih analog dengan NATO.
Tidak satu pun dari kelima negara tersebut yang mengutuk operasi militer Rusia di Ukraina, ataupun yang memberlakukan sanksi terhadap Moskow sebagai tanggapan. Di tengah laporan bahwa AS sedang mempersiapkan apa yang disebut “sanksi sekunder” terhadap Kirgistan bulan lalu, Presiden Kirgistan Sadyr Japarov mengatakan bahwa dia berada di bawah “tekanan” oleh Washignton untuk memihak AS dalam masalah Ukraina.
Namun, Japarov bersikeras bahwa Kirgistan adalah “negara merdeka,” dan “akan terus memiliki hubungan yang setara dengan semua negara.”
Peringatan serupa juga dikeluarkan ke Kazakhstan, dengan pejabat Departemen Keuangan AS mengunjungi Astana pada bulan April untuk mendesak pejabat setempat menegakkan kontrol ekspor AS terhadap barang yang ditujukan ke Rusia.