Cara KPK Seleksi Pegawai Lewat TWK Dinilai Mirip Cara Orba Singkirkan PKI

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII), Usman Hamid turut angkat bicara tentang kabar ‘pemecatan’ sejumlah pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), termasuk penyidik senior Novel Baswedan, karena diduga tidak lolos tes wawasan kebangsaan.

Usman menilai, hal itu sebagai kemunduran penghormatan terhadap HAM dan sekaligus mundur ke masa orde baru.

“Screening ideologis yang diduga dilakukan melalui res wawasan kebangsaan seperti ini sungguh merupakan langkah mundur dalam penghormatan HAM di negara ini, dan sekaligus mengingatkan kita kembali kepada represi orde baru, saat ada penelitian khusus (Litsus) untuk mengucilkan orang-orang yang dianggap terkait dengan Partai Komunis Indonesia,” kata Usman lewat keterangan tertulisnya, Selasa (5/5/2021) kemarin.

Menurutnya, berpijak pada standar HAM Internasional dan Indonesia, pekerja seharusnya dinilai berdasarkan kinerja dan kompetensinya, bukan kemurnian ideologisnya.

Baca Juga:
Soal Tes Wawasan Kebangsaan Seleksi Pegawai KPK, Pengamat: Mengada-ada!

“Di masa lalu, litsus semacam ini menimbulkan masalah ideologis atas pendidikan dan menjauhkan banyak orang yang memenuhi syarat sebagai pegawai negeri akibat kriteria yang tidak jelas dan diterapkan secara tidak merata. Mengapa hanya KPK? Ada apa?” ujarnya.

Karenanya, dia pun menegaskan dugaan adanya pemecatan sejumlah pegawai KPK, merupakan bentuk diskriminasi dan kesewenang-wenangan.

“ Mendiskriminasi pekerja karena pemikiran dan keyakinan agama atau politik pribadinya jelas merupakan pelanggaran atas kebebasan berpikir, berhati nurani, beragama dan berkeyakinan. Ini jelas melanggar hak sipil dan merupakan stigma kelompok yang sewenang-wenang,” tegasnya.

Sepeti pemberitaan sebelumnya, Novel Baswedan dan puluhan pegawai KPK dikabarkan bakal dipecat, karena tidak lulus tes wawasan kebangsaan sebagai syarat peralihan status menjadi pegawai negeri sipil.

Salah satu pegawai KPK yang tak mau namanya dipublikasikan, mengakui kebenaran kabar tersebut.

Baca Juga:
Kasus Suap Pajak Angin Prayitno, KPK Buka Peluang Jerat TPPU

Pegawai itu, kepada Suara.com, Selasa (4/5/2021), mengungkapkan tes wawasan kebangsaan tersebut mayoritas terkait radikalisme, bukan soal komitmen memberantas korupsi.

Dalam daftar pertanyaan yang beredar, tes wawasan kebangsaan itu didominasi soal pertanyaan sikap pegawai KPK tentang FPI, Gerakan Aceh Merdeka, Organisasi Papua Merdeka, LGBT, HTI, hingga Habib Rizieq Shihab

Pegawai KPK kepada Suara.com membenarkan isi daftar pertanyaan yang tersebar di kalangan jurnalis tersebut.

“Itu yang kesebar, benar itu,” kata pegawai itu.

Ia sendiri mengakui, memberikan jawaban normatif terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut.

“Ya saya jawab normatif, slow saja. Ya tentang LGBT, GAM, OPM, FPI,” kata dia.