‘Angin Surga’ dari Swiss, CPO Dekati Level Tertinggi 10 Tahun

Jakarta, – Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) Malaysia langsung meroket kencang pada perdagangan perdana pekan ini, Senin kemarin (8/3/2021) didukung dengan melesatnya harga minyak mentah dunia.

Berdasarkan data Refinitiv, hingga sesi istirahat siang kemarin, harga kontrak CPO pengiriman Mei yang aktif ditransaksikan di Bursa Malaysia Derivatif Exchange naik 3,82% ke RM 3.884/ton. Harga CPO semakin mendekati RM 3.900/ton dan ini menjadi harga tertinggi dalam 10 tahun terakhir.

Harga minyak mentah terutama untuk Brent sudah tembus US$ 70/barel. Melesatnya harga minyak mentah menjadi katalis positif untuk minyak nabati tak terkecuali minyak sawit dan kawan-kawannya.

Harga kontrak minyak kedelai dan minyak sawit di Bursa Komoditas Dalian masing-masing mengalami kenaikan 4,4% dan 4,6%. Harga CPO minggu lalu cenderung stagnan.

Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) melaporkan indeks harga minyak nabati di bulan Februari berada di rata-rata 147,4 poin. Indeks tersebut naik 8,6 poin (atau 6,2%) dari Januari dan menandai level tertinggi sejak April 2012.

Penguatan yang berkelanjutan mencerminkan penguatan harga minyak sawit, kedelai, rapeseed dan bunga matahari.

Harga minyak sawit internasional naik selama 9 bulan berturut-turut di bulan Februari, dipicu oleh kekhawatiran atas tingkat persediaan yang rendah di negara-negara pengekspor terkemuka akibat rendahnya produksi.

Menambah sentimen positif ada kabar dari Swiss yang menggembirakan untuk Indonesia. Masyarakat Swiss akhirnya mendukung kesepakatan perdagangan bebas dengan Indonesia, Minggu (7/3/2021). Ini membuka pasar potensial yang luas untuk ekonomi RI, termasuk minyak sawit dengan CPO salah satunya.

Baca:

Stimulus US$ 1,9 T, Dolar Australia atau Rupiah yang Untung?

Jejak pendapat menunjukkan 51,7% suara setuju dengan perjanjian tersebut. Ini dari total jumlah pemilih 51%.

Secara general, berdasarkan kesepakatan tersebut, tarif akan dihapus secara bertahap dari hampir semua ekspor terbesar Swiss ke Indonesia. Sementara Swiss akan menghapus bea atas produk industri Indonesia.

Untuk minyak sawit, bea cukai tidak akan dihapus tetapi malah dikurangi antara 20 dan 40% dan volume yang dibatasi hingga 12.500 ton per tahun. Kemudian, siapa pun yang mengimpor minyak sawit harus membuktikan bahwa minyak tersebut memenuhi standar lingkungan dan sosial tertentu.

Sebelumnya perjanjian Indonesia dengan negara European Free Trade Association (EFTA), termasuk Swiss di dalamnya, sudah diteken sejak Desember 2018 dan disetujui parlemen Swiss Desember 2019. Kemitraan tertuang dalam perjanjian Indonesia-EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA).

Namun para penentang sangat mengkritik karena ada persoalan sawit di dalamnya, sehingga butuh suara publik atas kesepakatan tersebut.

Saat ini, RI adalah mitra ekonomi terbesar ke-44 Swiss dan pasar ekspor terbesar ke-16 di Asia. Pada tahun 2020, ekspor Swiss ke Indonesia berjumlah 498 juta franc Swiss atau sekitar Rp 7,6 triliun (asumsi Rp 15.346/franc Swiss).

Dalam jejak pendapat Februari lalu, sebenarnya 52% mendukung perjanjian bebas sementara sisanya menolak. Swiss adalah negara EFTA bersama Norwegia, Liechtenstein dan Islandia.

TIM RISET  INDONESIA

Baca:

PPKM Diperpanjang, ‘Basi’ Tapi Mampu Bikin IHSG Kepeleset?

[Gambas:Video ]

(tas/tas)