Putra Soeharto Kalah dari Sri Mulyani, Utang Pun Dikejar!
Jakarta, – Pemerintah saat ini masih melakukan penagihan ke beberapa pihak yang nemiliki utang kepada negara. Di antaranya obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Bambang Trihatmodjo hingga PT Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya.
Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-Lain Kementerian Keuangan Lukman Efendi mengatakan, terkait dengan piutang BLBI saat ini penagihan masih dilakukan oleh Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI.
“Terkait dengan BLBI sedang berproses terus tim satgasnya. Hasilnya seperti apa masih terus bergulir,” ujarnya saat bincang dengan media, Jumat (28/5/2021).
Baca:Demi Genjot Setoran, Mending Kejar BLBI Ketimbang Tax Amnesty |
Diketahui, ada 22 obligor dan sejumlah debitur yang menjadi incaran penagihan piutang oleh pemerintah. Jumlah total nilai aset BLBI yang harus dikembalikan ke negara pun mencapai Rp 110,45 triliun seperti yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM Mahfud MD.
Total piutang dari BLBI tersebut terdiri dari enam macam tagihan, di antaranya tagihan berbentuk kredit yang jumlahnya sekitar Rp 101 triliun, properti bernilai lebih dari Rp 8 triliun, mata uang asing, hingga saham.
Selanjutnya, terkait dengan piutang dari putra Presiden RI ke-2 yakni Bambang Trihatmodjo juga masih terus dikejar oleh Pemerintah. Penagihan dilakukan sesuai ketentuan Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN).
“Sepanjang dia belum lunas, kita tagih sesuai aturan perundangan, sekarang tengah ditindak lanjuti teman-teman DJKN, ini terus berlangsung,” kata Lukman.
Sebagai informasi Bambang Trihatmodjo menggugat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati karena keberatan dicekal ke luar negeri. Pencekalan dilakukan lantaran ada utang yang belum dilunasinya.
Sri Mulyani mencegah Bambang ke luar negeri karena putra ketiga Soeharto itu bertahun-tahun tak kunjung membayar piutang ke negara. Adapun piutang tersebut terkait konsorsium SEA Games XIX 1997, saat Bambang menjabat sebagai ketua konsorsium penyelenggara.
Ayah Bambang Trihatmodjo, Soeharto, yang kala itu menjabat Presiden menggelontorkan uang Rp 35 miliar untuk konsorsium tersebut lewat jalur Bantuan Presiden (Banpres). Nilai utang yang harus dibayar menurut data Kemenkeu adalah sebesar Rp 50 miliar.
Lukman melanjutkan, piutang lainnya yang masih terus ditagih oleh pihaknya adalah dari PT Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya. Sebab, hingga saat ini pihak Lapindo baru membayar utang dana talangan pemerintah sebesar Rp 5 miliar dari total utang Rp 773,8 miliar.
“Demikian juga dengan Lapindo juga masih berproses terus dan nanti akan kami sampaikan jika sudah ada update,” jelasnya.
Seperti diketahui, pada Maret 2007 perusahaan konglomerasi Bakrie itu memperoleh pinjaman Rp 781,68 miliar, namun utang yang ditarik dari pemerintah (dana talangan) sebesar Rp 773,8 miliar. Perjanjian pinjaman tersebut memiliki tenor 4 tahun dengan suku bunga 4,8%. Sedangkan denda yang disepakati adalah 1/1.000 per hari dari nilai pinjaman.
Kala perjanjian disepakati, Lapindo akan mencicil empat kali sehingga tidak perlu membayar denda. Atau Lunas pada 2019 lalu.
Nyatanya, semenjak uang negara dicairkan melalui perjanjian PRJ-16/MK.01/2015 mengenai Pemberian Pinjaman Dana Antisipasi untuk Melunasi Pembelian Tanah dan Bangunan Warga Korban Luapan Lumpur Sidoarjo dalam Peta Area Terdampak 22 Maret 2007, Lapindo hanya mencicil satu kali.
[Gambas:Video ]
(mij/mij)