Siap-siap Pasukan PBB Turun, Myanmar ‘Dibom’ Sanksi Baru

Akisi demo di Myanmar terus berlanjut. AP/

Jakarta, – Pasukan militer Junta Myanmar kian mengganas kepada pengunjuk rasa dan masyarakat sipil anti-kudeta. Ratusan nyawa telah melayang sejak protes terjadi sebulan lebih.

Melihat hal itu, Uni Eropa (UE) dan Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi terhadap polisi dan komandan militer yang terkait dengan kudeta. Dalam upaya untuk menambah tekanan internasional pada rezim tersebut, UE menempatkan Kepala Junta Myanmar Min Aung Hlaing pada pembekuan aset dan daftar hitam larangan visa pada Senin (22/3/2021).

Pilihan Redaksi
  • Myanmar Krisis Uang, Perusahaan Tak Bisa Bayar Gaji Karyawan
  • Sanksi Bumi Nggak Mempan, Junta Makin Ganas ke Demo Myanmar
  • Myanmar Kacau, Siap-siap Pasukan Perdamaian PBB Turun

“(Min Aung Hlaing) bertanggung jawab untuk merusak demokrasi dan supremasi hukum di Myanmar,” kata jurnal resmi UE, dilansir dari AFP, Selasa (23/3/2021). Di kesempatan yang sama, sanksi juga menargetkan sembilan perwira militer senior lainnya, serta kepala komisi pemilihan Myanmar dengan larangan perjalanan dan pembekuan aset.

Sementara Departemen Keuangan AS memberi sanksi kepada kepala polisi Myanmar dan seorang komandan operasi khusus militer. AS mengatakan mereka bertanggung jawab menggunakan kekuatan mematikan terhadap para demonstran.

“Polisi Burma (Myanmar) telah terlibat dalam tindakan kekerasan brutal terhadap pengunjuk rasa pro-demokrasi,” kata Departemen Keuangan AS.

Menurut AS, saat protes anti-kudeta dimulai, pasukan keamanan tidak menggunakan kekerasan untuk melawan para demonstran. Namun sejak Than Hlaing diangkat menjadi kepala polisi dan wakil menteri dalam negeri pada tanggal 2 Februari lalu, kekerasan kepada masyarakat sipil kian merajalela.

Komandan Angkatan Darat Aung Soe juga bertanggung jawab mengirimkan pasukan untuk menghadapi pengunjuk rasa dengan menggunakan senjata dan taktik medan perang. Sanksi tersebut juga menyebutkan dua divisi infanteri tentara yang terlibat dalam meredam protes.

“(Ini) yang menunjukkan bahwa kekuatan mematikan digunakan secara terencana, terencana dan terkoordinasi untuk melawan protes anti-kudeta,” lanjut Departemen Keuangan.

Sebelumnya, para pemimpin junta Myanmar sebelumnya sudah dijatuhi sanksi AS. Namun, juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan bahwa sanksi yang dijatuhkan sebelumnya dirasa tidak mempan untuk melawan aksi junta.

Maka itu pasukan perdamaian PBB diminta agar segera turun. Ini juga, kata dia, permintaan rakyat Myanmar.

“Orang-orang benar-benar mencari tindakan internasional bersama dalam hal sanksi. Terus terang, beberapa orang di sini ingin melihat penjaga perdamaian,” katanya dikutip, Senin (22/3/2021).

“Ada harapan besar pada PBB, dengan seluruh komunitas internasional.”

“Kami melakukan semua yang kami bisa dalam situasi saat ini, dan masih ada rasa frustrasi di antara orang-orang karena komunitas internasional belum berbuat lebih banyak hingga saat ini.”

Myanmar kini berada dalam kekacauan pasca kudeta yang dilakukan militer pada 1 Februari lalu. Demokrasi yang dibangun Myanmar pada beberapa tahun terakhir hancur dan membuat masyarakatnya menderita. Ini juga menyebabkan isolasi dan beberapa sanksi internasional.

[Gambas:Video ]

(sef/sef)